Lawan Penipuan Digital, Industri Fintech Bentuk Konsorsium
- Rita Puspita Sari
- •
- 1 hari yang lalu
Ilustrasi Industri Fintech
Industri keuangan digital Indonesia memasuki babak baru dalam upaya melawan penipuan dan kejahatan siber. PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin) bersama Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) secara resmi mengumumkan pembentukan Fraud Detection Consortium (FDC), sebuah jaringan intelijen fraud lintas industri pertama di Indonesia yang dirancang khusus untuk ekosistem layanan keuangan digital. Inisiatif strategis ini diumumkan dalam agenda puncak Mandiri BFN Fest 2025, sekaligus menjadi simbol kuat kolaborasi industri menghadapi ancaman fraud yang kian kompleks.
Pembentukan FDC tidak lepas dari pesatnya pertumbuhan ekonomi digital nasional. Pada Triwulan III 2025, transaksi pembayaran digital di Indonesia tercatat mencapai 12,99 miliar transaksi, tumbuh 38,08 persen secara tahunan (year-on-year). Angka tersebut menunjukkan tingginya adopsi layanan keuangan digital oleh masyarakat, mulai dari pembayaran nontunai, dompet digital, hingga berbagai layanan fintech lainnya.
Namun, akselerasi digital tersebut membawa konsekuensi serius. Lonjakan transaksi turut diiringi peningkatan kasus fraud dan insiden siber yang semakin terorganisasi dan canggih. Modus penipuan tidak lagi dilakukan secara individual, melainkan dalam jaringan terstruktur yang memanfaatkan celah teknologi, data bocor, serta kurangnya koordinasi antar pelaku industri. Di sisi lain, sistem pertahanan yang masih berjalan secara terpisah di masing-masing institusi membuat data fraud terfragmentasi, menciptakan blind spot yang menyulitkan deteksi dini.
Sekretaris Jenderal AFTECH, Firlie Ganinduto, menegaskan bahwa kehadiran FDC merupakan fondasi penting dalam memperkuat tata kelola mitigasi fraud dan insiden siber di ekosistem fintech dan keuangan digital nasional. Menurutnya, menghadapi pelaku kejahatan digital yang bekerja secara kolektif tidak bisa lagi dilakukan secara parsial oleh masing-masing institusi.
“Fraudster saat ini bergerak lintas platform dan lintas layanan. Jika industri masih bekerja sendiri-sendiri, maka celah keamanan akan selalu ada. Industri membutuhkan wadah untuk menyelaraskan standar keamanan sekaligus berbagi insight risiko,” ujar Firlie. Ia menambahkan bahwa FDC menjadi langkah konkret untuk memastikan ekosistem fintech Indonesia tetap tumbuh secara sehat, aman, dan tepercaya.
Secara konseptual, Fraud Detection Consortium dirancang sebagai ekosistem intelijen fraud yang mampu mengonsolidasikan sinyal risiko dari berbagai pelaku industri, baik bank, fintech, penyedia sistem pembayaran, maupun mitra teknologi. Data yang sebelumnya tersimpan secara terpisah di masing-masing lembaga akan diolah menjadi wawasan bersama. Dengan demikian, pola serangan, anomali transaksi, dan indikasi penipuan dapat dikenali lebih cepat dan akurat.
Pendekatan kolaboratif ini diharapkan mampu meningkatkan kecepatan respons industri terhadap ancaman fraud. Tidak hanya itu, respons yang terkoordinasi juga diyakini dapat menekan potensi kerugian finansial sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital. Ke depan, FDC juga diproyeksikan dapat bersinergi dengan berbagai inisiatif nasional anti-scam dan program literasi keamanan digital yang tengah digencarkan.
Pada tahap awal implementasi, FDC akan dijalankan melalui adopsi Jalin Fraud Management System (FMS) yang berbasis shared infrastructure. Sistem ini akan diterapkan secara bertahap kepada anggota AFTECH dan jaringan mitra Jalin. Selain menjadi fondasi teknis pengembangan FDC, pendekatan ini memberikan akses kapabilitas keamanan berstandar industri, termasuk bagi perusahaan fintech skala kecil dan menengah yang belum memiliki sumber daya besar untuk membangun sistem deteksi fraud secara mandiri.
Direktur Utama Jalin, Ario Tejo Bayu Aji, menyebut FDC sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kesiapan industri dalam menghadapi kompleksitas fraud digital yang terus berkembang. Menurutnya, dengan infrastruktur bersama, seluruh pelaku industri dapat memiliki tingkat pertahanan yang relatif setara dalam menghadapi ancaman yang sama.
“Ancaman fraud tidak mengenal ukuran perusahaan. Dengan shared infrastructure, kami ingin memastikan setiap pelaku industri memiliki akses terhadap teknologi dan intelijen fraud yang memadai. Ini bukan hanya soal perlindungan bisnis, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan digital Indonesia,” jelas Ario.
Lebih jauh, Ario menilai bahwa konsorsium ini dapat menjadi model kolaborasi baru di sektor keuangan digital, di mana kompetisi bisnis tetap berjalan, namun aspek keamanan dan perlindungan konsumen ditangani secara kolektif. Hal ini sejalan dengan semangat membangun ekosistem yang berkelanjutan dan resilien.
Ke depan, Jalin dan AFTECH berkomitmen untuk melanjutkan inisiatif FDC melalui serangkaian uji coba bertahap serta dialog berkelanjutan dengan regulator. Langkah ini dilakukan guna memastikan kesiapan kebijakan, tata kelola data, serta aspek operasional konsorsium agar selaras dengan regulasi yang berlaku. Dengan dukungan regulator dan partisipasi aktif industri, FDC diharapkan dapat menjadi pilar utama pertahanan nasional dalam menghadapi penipuan di era ekonomi digital.
Dengan terbentuknya Fraud Detection Consortium, industri fintech Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam menghadapi tantangan keamanan digital. Kolaborasi lintas industri ini menjadi sinyal kuat bahwa pertumbuhan ekonomi digital harus berjalan beriringan dengan penguatan sistem keamanan, demi menciptakan ekosistem keuangan digital yang aman, inklusif, dan berkelanjutan.
